Maraknya Peredaran Miras Lewat COD Lewat WhatsApp di Tulungagung, Ancaman Serius bagi Generasi Muda

Tulungagung, 4 November 2025 – Praktik peredaran minuman beralkohol (miras) yang dilakukan dengan sistem Cash on Delivery (COD) melalui aplikasi pesan WhatsApp semakin meresahkan masyarakat di Kabupaten Tulungagung. Penjualan miras ini tidak hanya melibatkan transaksi daring yang mudah, tetapi juga mengabaikan kontrol ketat yang seharusnya ada terkait usia konsumen dan izin edar produk tersebut.

Penjualan Miras Tanpa Kontrol Ketat

Fakta yang terungkap di lapangan menunjukkan bahwa praktik jual beli miras melalui sistem COD ini berkembang pesat, dengan barang yang diantar langsung ke konsumen menggunakan sepeda motor. Paling mencengangkan, barang tersebut dipasarkan tanpa ada verifikasi usia konsumen dan tanpa mempertimbangkan lokasi atau izin distribusinya. Penjual bahkan tidak segan-segan menjual miras di kawasan yang sangat dekat dengan sekolah, rumah ibadah, dan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD), yang seharusnya menjadi zona bebas dari peredaran barang-barang berbahaya.

Seorang warga yang tinggal di sekitar kawasan tersebut yang tidak ingin disebutkan namanya mengungkapkan keprihatinannya. “Kalau penjualannya semudah pesan lewat WA, siapa pun bisa mengakses, termasuk pelajar. Ini sangat berbahaya bagi generasi muda, khususnya di Kabupaten Tulungagung,” ungkapnya.

Pelanggaran Aturan dan Kerusakan Sosial

Dalam konteks hukum, penjualan minuman beralkohol di Indonesia sudah diatur secara ketat dalam Undang-Undang (UU) Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, serta Peraturan Daerah yang mengatur tentang pembatasan distribusi dan konsumsi miras. Salah satunya adalah Pasal 141 UU Pangan yang mengatur bahwa minuman beralkohol hanya dapat diperdagangkan oleh pihak yang memiliki izin usaha dan hanya dapat dijual di tempat-tempat yang telah ditentukan. Namun, peredaran miras melalui sistem COD justru menunjukkan celah besar dalam pengawasan hukum dan penegakan aturan yang ada.

Selain pelanggaran terhadap regulasi distribusi, peredaran miras bebas juga mengancam kesehatan masyarakat, terutama bagi anak di bawah umur. Anak-anak dan remaja yang dengan mudah mendapatkan akses ke miras dapat terjerumus dalam perilaku negatif yang membahayakan masa depan mereka, baik dari sisi kesehatan fisik maupun mental.

Pelanggaran Pidana dan Ancaman Hukum

Peredaran miras ilegal seperti ini jelas melanggar sejumlah ketentuan dalam hukum pidana. Berdasarkan Pasal 141 UU Pangan, setiap orang yang menjual, mengedarkan, atau menawarkan produk pangan yang tidak memenuhi ketentuan tentang izin edar dan kualitas, bisa dikenai pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda hingga Rp10 miliar.

Selain itu, pelanggaran yang terjadi juga bisa dikenakan Pasal 492 KUHP yang mengatur tentang peredaran barang-barang terlarang yang dapat dikenai sanksi pidana penjara paling lama 1 tahun dan/atau denda hingga Rp1 juta.

Bahkan, apabila penjual miras tersebut melibatkan anak di bawah umur sebagai konsumen, mereka bisa dikenakan sanksi tambahan berdasarkan Pasal 76 C UU Perlindungan Anak, yang mengatur hukuman bagi mereka yang dengan sengaja memberikan akses atau mendekatkan anak pada barang-barang yang berbahaya bagi perkembangan anak.

Tuntutan Masyarakat dan Langkah Tegas Aparat

Masyarakat setempat sangat mengharapkan aparat penegak hukum, terutama kepolisian, untuk segera melakukan razia dan menindak tegas para pelaku yang memanfaatkan teknologi dan sistem COD untuk meloloskan praktik perdagangan miras ilegal ini. Masyarakat juga mendesak pemerintah daerah untuk menutup gudang-gudang miras yang beroperasi tanpa izin dan dekat dengan fasilitas publik seperti sekolah dan rumah ibadah.

“Kita ingin aparat berwenang bertindak cepat. Jangan sampai masa depan generasi muda kita terancam hanya karena lemahnya pengawasan dan penegakan hukum,” tegas warga Kedungwaru.

Pentingnya Pengawasan dan Penegakan Hukum

Pemerintah daerah dan aparat penegak hukum diminta untuk tidak hanya menindak secara tegas, tetapi juga melakukan langkah preventif dengan meningkatkan kesadaran masyarakat mengenai bahaya peredaran miras ilegal. Selain itu, perlu ada penguatan kontrol terhadap penggunaan aplikasi komunikasi yang digunakan untuk mempermudah distribusi barang ilegal.

Sebagai penutup, keberadaan gudang-gudang miras ilegal yang berlokasi dekat dengan fasilitas publik seperti sekolah, rumah ibadah, dan RSUD sangat mencoreng wibawa hukum dan dapat menimbulkan ketidaknyamanan serta ketidakpercayaan masyarakat terhadap penegakan hukum yang ada. Jika tidak ada tindakan nyata, ancaman terhadap masa depan generasi muda di Tulungagung, bahkan Indonesia secara keseluruhan, akan semakin besar.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *